Kepala BkkbN RI, Prof. dr. H. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK sedang memberi kuliah umum di FKIP Unsyiah dalam lawatan kerjanya ke Banda Aceh beberapa waktu lalu|Saniah LS |
BANDA ACEH – Bangunan itu memang terlihat
sederhana. Bangunan rumah dengan tiga ruang kamar didalamnya. Semakin masuk ke
dalam semakin terlihat ke-kompleksitasannya. Suasana nyaman sengaja diciptakan,
karena ruangan-ruangan di dalam bangunan ini adalah ruang tempat berbagi.
Rumah ukuran kecil yang berlokasi di kawasan
Peurada Banda Aceh ini adalah sekretariat Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera
(PPKS) Bungong Jeumpa. Rumah ini segaja dihadirkan untuk memberi tempat bagi
masyarakat dari segala lapisan untuk mendapat pengetahuan seputar keluarga,
bahkan informasi untuk mempersiapkan sebuah keluarga.
Rabu 19 Maret 2014 lalu, Kepala BkkbN RI,
Prof. dr. H. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK beserta rombongan berkesempatan
mengunjungi PPKS Bungong Jeumpa, dan berdialog langsung dengan para Konselor
dan berdialog langsung dengan PLKB/PKB.
Fasli Jalal terlihat puas, dengan konsep
ruang berbagai yang ditampilkan oleh PPKS Bungong Jeumpa. Fasli Jalal meminta
kepada segenap relawan PPK untuk bisa terus memasyarakatkan kebiasaan berbagi
alias konseling demi terciptanya sebuah keharmonisasian dalam keluarga.
“Kita harus bisa menjadikan konseling menjadi
gaya hidup, dan harus bisa mengubah pandangan masyarakat yang selama ini salah,
menganggap konseling adalah membuka aib atau bahkan konseling adalah indikasi
dari sebuah kehidupan keluarga yang bermasalah,” ujarnya dihadapan para
PLKB/PKB.
Disebutkan mantan Wakil Menteri Pendidikan RI
ini, membiasakan konseling jangan hanya dilakukan pada kalangan masyarakat
dewasa saja, melainkan juga dikalangan remaja. Bagi remaja konseling diperlukan
demi terwujudnya persiapan menuju keluarga yang baik dan terencana.
“ Hal ini perlu dilakukan karena ini adalah
cikal bakal terwujudnya keluarga yang terencana, untuk menarik minat remaja
agar mau melakukan konseling tentunya harus dilakukan dengan bahasa gaul bahasa
yang dipahami oleh remaja,” jelasnya.
Bonus Demografi
Hal senada juga disampaikan Fasli Jalal saat
menjadi keynote speaker dihadapan seratusan mahasiswa Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pengetahuan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Maret 2014 lalu.
Dihadapan para calon guru ini Fasli
menekankan pentingnya kesiapan seorang warga dalam menata hidupnya yang
nantinya berdampak bagi perkembangan penduduk disebuah Negara atau wilayah.
“Jika saat ini kita bisa menata kehidupan dan
mempersiapkan diri untuk masa depan yang baik yang salah satunya adalah
mempersiapkan keluarga yang terencana, itu artinya kita akan mendapatkan bonus
demografi,” jelas Laki-laki asal Sumatera Barat ini.
Bonus Demografi adalah dimana komposisi
penduduk dengan umur produktif disebuah wilayah atau Negara sangat
besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
Disebutkan Fasli Jalal, saat ini Indonesia
diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Hal ini
dikarenakan jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan
mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak
produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya,
penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya
60 juta.
Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial –
ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu
tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan
anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk
produktif.
Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang
menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka
ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.
Tentu saja ini merupakan suatu berkah.
Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan
sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi.
Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun berkah ini bisa berbalik menjadi
bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Permasalahan
pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari
sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang.
“Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru
membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar, yaitu
kualitas manusia,” tegas Fasli Jalal Kepala BkkbN Pusat. (Dara El-Achee)