Kamis, 10 Desember 2015

Remaja Peduli Adat dan Budaya

(Oleh : Qasimil Junaidi)

Aceh adalah daerah yang berada diujung pulau sumatera Indonesia, aceh merupakan daerah yang dikenal dengan sebutan negeri serambi mekkah yang memiliki nilai agama dan budaya yang kuat dari zaman dahulu.

Menurut data yang dihimpun oleh Center for Information Samudera Pasah Heritage (CISAH) Aceh merupakan kerajaan islam tertua diwilayah Asia Tenggara, samudeara pasai adalah kerajaan islam pertama yang telah dimulai separuh abad ke 7 H / 13 M silam.

Adat dan agama bagi rakyat aceh adalah hal yang tidak dapat dipisahkan layaknya sifat dan zat (Adat ngon agama lagee zat ngon sifeut), yang selalu berketerkaitan satu sama lain. Maka setiap adat yang dilaksanakan selalu disertai doa dan puji-pujian yang dilantunkan kepada sang Khaliq dan Nabi.

Adat bak po teumeuruhom, hukom bak syiah kuala, qanun bak putroe phang, reusam bak laksamana. (Adat Pada Po Teumeuruhom, Hukum Pada Syiah Kuala, Undang-Undang Pada Puteri Pahang, Reusam Pada Laksamana) Adat Aceh sudah ada pada masa Sultan Iskandar Muda yang kemudian diturunkan turun temurun sampai saat ini. Namun sangat disayangkan kepedulian masyarakat dan remaja akan Adat dan Budaya Aceh mulai memudar dimakan masa.

Dewasa ini kita melihat bagaimana kondisi remaja yang mulai lupa tentang adat dan bahkan tidak tahu sama sekali adat dan budaya daerahnya sendiri. Banyak remaja yang tidak  tahu makna Peusijuek, dan mengatakan Ayon Rateb cara menidurkan bayi secara tradisional tidak modern, dan hal yag paling disayangkan penggunaan Bahasa Aceh pun mulai tidak lagi digunakan dalam bahasa sehari-hari dengan alasan tidak gaul dan malu disaat berada dalam pergaulan.

Kondisi di eraglobalisasi ini menjadikan remaja-remaja Aceh menanggalkan adat yang ada dan secara sadar maupun tidak mengikuti budaya-budaya luar, seperti budaya korea pada remaja wanita mulai dari pakaian, makanan, berbicara, dan tingkahlaku, yang secara pelan-pelan terkikis nya budaya Aceh yang sewaktu-waktu mulai hilang.

Kondisi remaja yang enggan dan acuh terhadap budaya sendiri menjadikan negeri ini kehilangan identitas dan jati diri bangsa. Sejatinya peran remaja sangat penting dalam menjaga budaya dan kearifan lokal yang ada, karena remaja merupakan generasi penerus bangsa kedepan nantinya.

Melihat kondisi dahulu mengapa adat dan budaya begitu melekat dan dijaga karena adat merupakan suatu landasan dalam kehidupan bermasyarakat, Meunyoe bak peutimang adat lampoh jeurat tapeugala,  (kalau untuk menjaga Adat, tanah kuburan pun digadaikan) hal ini bukan bermakna adat lebih berharga dari jenazah yang berada dalam kuburan, tetapi begitu pentingnya adat untuk dijaga dilestarikan dan dijunjung tinggi dalam kehidupan sosial sehingga berkorban adalah sangat diharuskan untuk melestarikan adat dan budaya supaya teratur dan kebersahajaan melekat dalam jiwa anak bangsa.

Seyogyanya remaja Aceh mulai kembali mempelajari adat aceh guna menjadi penerus yang tidak kehilangan jatidiri bangsa, hal yang dapat dilakukan sekurang-kurangnya adalah tetap berbicara dengan bahasa ibu yaitu bahasa Aceh dengan masyarakat lokal terutama dengan teman sebaya, dan apabila ada yang tidak bisa berbahasa aceh maka secara pelan-pelan mengajak berbahasa aceh sehingga bahasa yang disebut jatidiri bangsa tidak akan luput dimakan zaman.

Dewasa ini sangat banyak remaja Aceh yang tidak bisa menulis bahasa Aceh dengan baik dan benar karena ketidaktahuan dan ketidakmahuan untuk belajar, dan juga kurangnya perhatian pemerintah untuk melestarikan budaya dan bahasa daerah maka tak ayal kalau beberapa tahun kedepan bisa jadi bahasa Aceh tidak lagi pernah terdengar apalagi terucap dibibir remaja Aceh.

Remaja harus kembali melihat dan mempelajari sejarah, bagaimana mental orang zaman dahulu yang kuat, gagah, berani, pandai, bijak, dan menjunjung tinggi moralitas yang ada. Bukan menjadi remaja yang lemah, galau, penakut, kurang terampil, dan licik jangan malu dianggap kurang pergaulan, tapi malu lah kalau kurang ilmu pengetahuan. Bagaimana laskar perang Aceh yang tidak hanya dari kaum lelaki saja. Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia yang gagah berani mati melawan penjajah melindungi tanah air, menjaga marwah bangsa dan agama, Remaja Aceh harus memiliki mental pejuang wanita ini, jangan menjadi wanita yang lemah menangis hanya karena diputusin pacar, tapi menangislah ketika kita kalah dalam bidang ilmu pengetahuan, kalah dalam kegiatan positif lainnya.

Pada masa penjajahan Belanda, orang Aceh di juluki dengan sebutan Aceh Pungo ( Aceh Gila) bagaimana tidak, dengan sebilah rencong berani menyerang pos belanda dikala itu yang mengakibatkan banyak serdadu meninggal. Orang Aceh memang gila, gila dalam berperang, gila dalam mempertahan harkat dan martabat, maka sejatinya remaja Aceh khususnya remaja Indonesia umumnya sekarang juga harus gila, gila dalam berbuat positif, gila dalam mencari ilmu, gila dalam berkreasi, gila menggali potensi diri, juga gila mengkampanyekan hidup sehat terbebas Napza, Seks Bebas,  HIV/AIDS, dan perilaku menyimpang lainnya.

Sudah saatnya kita menjadi remaja yang menjadi panutan masyarakat, kebanggaan bangsa dan Negara, jangan hanya bisa selfie ditempat wisata, check in di sosial media, tapi jadilah sebenar-benar penerus bangsa. Rencanakan kehidupan kedepannya, karena apabila gagal berencana sama dengan merencanakan gagal.


Mulai dari sekarang satu dari diri kita sampaikan pesan “jadilah remaja hebat dengan menjunjung adat budaya” kepada tiga orang disekitar kita, dan dari ketiga orang tersebut amanahkan  sampaikan pesan ini ketiga orang lainnya, dan dari ketiga orang lain tersebut sampaikan lagi untuk menyampaikan pesan ini ketiga orang lain lagi dan begitu seterusnya. Dengan sedemikian pesan kita akan meluas dan sampai penjuru negeri dan jadilah kita penerus yang mampu menjaga mental dan jati diri bangsa dan membawa perubahan kearah lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar