Senin, 14 Desember 2015

Akankah Aku dibuang oleh Negeriku?

(Oleh : Annisa)

Langit bumi Indonesia saat ini masih saja kelabu. Bukan karena cuaca dalam kesehariannya. Tapi kali ini aku memikirkan bagaimana nasib bangsa kesayanganku kedepannya. Jujur kukatakan, aku sangat cinta Indonesia. Bersedia rasanya aku mati disini setelah aku dilahirkan 20 tahun lalu disini oleh ibunda tercinta. Tapi ada yang ku khawatirkan, akankah aku dibuang oleh negeriku?

Tentu semua orang masih ingat tragedi 1998 merupakan puncak pergolakan yang paling menyeramkan sepanjang sejarah. Bayangkan saja, kurs dolar yang merangkak naik terus menerus bahkan membuat kriminalitas dimana-mana tidak bisa terelakkan. Pertumpahan darah membutakan mata hati seolah-olah setiap dari kita harus di dengar. Wajar saja, bukan salah bangsa Indonesia, ini kesalahan fatal pemimpin bangsa Indonesia. Tapi bukan cerita pilu itu yang ingin aku ulas. Indonesia kini punya tragedi lain yang lebih menyeramkan.

Belajar dari masa lalu, saatnya belajar mengenai kebebasan demokrasi, bukan democrazy. Seringkali aku termenung memikirkan hal ini. Indonesia kini terlalu bebas kawan. Terlalu frontal untuk saling mencaci dan memaki. Menyalahkan satu sama lain tanpa bukti yang jelas. Berbagai kasus mulai dari mama minta pulsa sampai papa minta saham marak diperbincangkan semua kalangan. Terlalu banyak tingkah dan ketebelece di bumi pertiwi ini. Memang, ada diantara kita yang memiliki semangat untuk perubahan. Terlalu muak rasanya untuk terus diam menyaksikan tingkah para wakil rakyat seperti anak TK yang bertepuk tangan, memukul meja, bahkan sampai menyembunyikan palu orang lain.

Sayangnya, tak jarang orang yang berniat baik untuk pembangunan bangsa kalah untuk bertahan di nusantara tercinta. Alangkah lucunya negeri ini. Orang yang mati-matian berusaha membangun negeri dengan sikap jujur dan berintegritas tinggi malah diabaikan, lalu dipungut oleh negara maju lainnya. Sebaliknya, orang yang munafik bermuka topeng dan berperut buncit malah di puji dan di eluk-elukkan. Semua karena sumpalan uang, sebagian dari kita gelap mata. Tidak ada toleransi, tidak ada kompromi.  Yang jujur di sapu bersih dari Indonesia ini.

Ingatkah kamu teman? Saat mendengar cerita B.J Habibie belajar ke Jerman untuk menerapkan ilmu yang di teguknya di Indonesia. Ia kembali dengan semangat membuatkan pesawat sebagai bukti kita bangsa yang pintar. Pesawat yang bahkan teknologi dan kapasitasnya lebih canggih daripada produksi negara Eropa pada masanya. Tapi ingat akhir hidupnya? Banyak alasan sehingga produksi pesawatnya dihentikan. Berganti dengan masuknya saham aeronautika dari negara asing hingga saat ini. Dan kini beliau dipungut kembali oleh Jerman dengan memperoleh 24 hak paten di dunia penerbangan dunia.

Ingatkah kamu dengan kasus mobil Kiat Esemka di tahun 2006? Mobil produksi para pemuda dalam negeri tersebut memiliki kualitas yang sejajar dengan produk asing. Bahkan mobil tersebut sempat dipakai sebagai kendaraan dinas oleh walikota Solo pada saat itu. Namun apa yang terjadi? Pada tahap uji kelayakan tidak ada alasan yang jelas mengenai mobil bangsa itu. Semangat para pemuda itu pun meredup.

Padahal aku bangga dengan Indonesia, sang negeri makmur nan kaya. Aku terpana dengan Indonesia, keberhasilan para Founding Fathers dalam menyatukan Nusantara dengan susah payah. Tapi ingatkah saat ini Indonesia dihancurkan sekejap saja? Berbanding terbalik dengan perjuangan pahlawan selama 350 tahun sebelum Indonesia mengecap manis kemerdekaan. Akankah Indonesia mampu berdiri sendiri? Tidak ada lagi konsumerisme produk impor yang tinggi. Akankah Indonesia mampu bahagia? Berdiri saling bergantengan tangan tertawa bersama. Dan jika nanti aku ingin memajukan Indonesia bersama para pemuda lain secara jujur, akankah kami dibuang dari Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar