Kamis, 05 November 2015

Kesiapan Bonus Demografi Indonesia Dalam Menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

(Oleh : Almira Hilal)

Penduduk adalah faktor yang mempengaruhi (determinant factor) dalam pembagunan. Sedangkan kekayaan alam dan potensi lingkungan adalah faktor pendukung. Jadi sumber daya alam yang dimiliki suatu negara bukan faktor penentu keberhasilan atau kegagalan pembagunan.

Selain itu secara teoritis jumlah penduduk yang besar di suatu negara dengan kualitas redah diyakini para ahli demografi akan menjadi beban bagi pembangunan. Tetapi suatu negara dengan jumlah penduduk yang kecil dengan kualitas yang tinggi diyakini dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan di suatu negara di dunia, seperti Indonesia misalnya.

Kita lihat saja di negara tercinta ini. Dimana Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan luas daratan 1.922.570 Km² dan luas perairan 3.257.483 Km² ini memiliki jumlah penduduk yang diproyeksikan pada 2015 ini berjumlah 255.461.700 jiwa (data BPS). Dengan berlimpahnya sumber daya  alam yang ada di Indonesia, ternyata hal ini belum bisa menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara maju dan terbebas dari hutang negara yang cukup besar.

Karena apa? Luas daratan dan lautan Indonesia yang besar, membuat sebagian dari kita tidak terlalu mempedulikan laju petumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Karena kita masih beranggapan bahwa Indonesia masih luas, jumlah penduduk yang diproyeksikan pada 2015 ini berjumlah 255.461.700 jiwa tidak menjadi masalah, masih bisa ditampung. Tapi bagaimana dengan lapangan pekerjaan, masalah lingkungan, kesehatan, sosial, dan pendidikan masyarakatnya?

Tahun 2015, BPS memprakirakan penduduk Indonesia sekitar 255 hingga 256 juta jiwa, atau tiap tahun bertambah sebesar 2,5 hingga 3,7 juta. Pertambahan penduduk yang cepat menyebabkan kelipatannya semakin pendek, baik karena angka kelahiran maupun tambah usia Lansia sejalan dengan peningkatan harapan hidup penduduk.

Keadaan itu akan mejadi beban berat bagi pembangunan terutama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat agar bisa adil dan merata, semakin sulit bagi Indonesia untuk dicapai bila distribusi kesejahteraan rakyat yang adil, makmur, dan merata seperti diamanatkan UUD 1945 tidak diusahakan dengan sungguh-sungguh. Apalagi bila dicermati kebijaksanaan pemerintah sekarang lebih cenderung memecahkan gejala symptomatic melalui tindakan kuratif dari pada langkah preventif yang bersifat kausatif.

Namun, perlu digaris bawahi ternyata pertumbuhan penduduk yang terus naik angkanya ini sangat mempengaruhi pola kehidupan dan perkembangan sebuah negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki 34 provinsi dengan 13.466 ribu pulau, baik kecil maupun besar (data Timnas PNR 2007-2010).

Indonesia pada 2014, termasuk negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan di atas Brazil. Dengan jumlah pertumbuhan penduduk sejumlah itu, tidak dibarengi tersedianya lapangan pekerjaan yang begitu luas.

Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015.  Dari aspek ketenagakerjaan terdapat kesempatan yang besar bagi pencari kerja dari luar dan dalam negeri karena  banyak tersedia lapangan kerja. Tetapi untuk bisa mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia, masyarakat pengangguran Indonesia harus bersaing dengan warga asing yang mencari pekerjaan di dalam negeri begitu juga sebaliknya.

Menghadapi MEA 2015 yang tinggal hitungan bulanan, mau tidak mau masyarakat harus meningkatkan keahliannya. Namun faktanya, dengan jumlah penduduk yang diproyeksikan BPS pada 2015 ini berjumlah 255.461.700 jiwa dan sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, bukan tidak mungkin akan muncul permasalahan baru pada masyarakatnya.

Bisa dilihat dari sisi pendidikan dan produktifitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand. Masalah lainnya yang berat yang bisa saja terjadi dan ada pula yang sudah terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tidak bisa dikendalikan.
Contohnya saja, sebuah kejadian yang akhir-akhir ini sedang marak terjadi, yaitu aksi begal menjadi sebuah contoh dari kesenjangan sosial yang yang disebabkan tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bekerja ke luar negeri karena ingin merubah nasib hidup mereka sebab lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai lagi jumlahnya dengan tenaga kerja yang tersedia di tanah air.

Menikmati Bonus Demografi
Provinsi Aceh belum menikmati bonus demografi meski Aceh memiliki jumlah penduduk 4.906.835 jiwa. Jumlah ini masih sedikit dan bila dilihat dengan luas daratan dan laut Aceh tidak menjadi masalah. Tetapi bagaimana dengan ketersediaan lapangan pekerjaan dan angka kemiskinan di Aceh apakah tidak menjadi masalah?

Pada 2015, Provinsi Aceh diproyeksikan jumlah penduduknya berjumlah 5.002.000 jiwa. Jumlah ini hanya naik dibawah angka 100 ribu jiwa atau rilnya 44.058.835 jiwa. Melihat angka ini terjadi angka fertilitas total (TFR) di Aceh yang tidak stabil, sebagaimana yang dikeluarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Seperti pada 2010 berjumlah 2,79 dan pada 2012 berjumlah 2,80. Tentunya permasalahan ini membuat bonus demografi akan sedikit tersendat bahkan lebih buruknya tidak dapat dicapai.

Bagaimana dengan TFR Indonesia? Saat ini, Indonesia angka fertilitas total (TFR) turun dari 5,6 menjadi 2,6. Selain itu, laju pertumbuhan penduduk turun dari 2% menjadi 1,4%. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Plt Kepala BkkbN Ibu Ambar Rahayu. Data tersebut merupakan perbandingan dari data SDKI 1971 hingga 2012.

Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalamnya, seperti TFR yang tidak stabil, terkadang menunjukkan penurunan dan terkadang menunjukkan kenaikan. Hal ini tentu menjadi pertimbangan kita agar nantinya angka TFR stabil dan turun secara perlahan.

Untuk mencapai bonus demografi di Indonesia, tentu kelompok usia produktif harus lebih besar dari kelompok usia non produktif. Saat ini rasio tanggungan usia produktif atas usia non produktif adalah 0,49 yang berarti dua usia produktif harus menanggung satu usia non produktif. Diproyeksikan pada 2020-2045 Indonesia bisa mencapai bonus demografi tersebut.

Berbagai macam program tentu dapat menunjang itu semua, misalkan BkkbN dengan program KB. Program ini bukan berarti membatasi hak memperoleh anak, namun KB lebih bertujuan untuk mengatur pola berkeluarga yang baik. Sehingga diharapkan dapat terwujudnya keluarga yang berkualitas,sakinah mawaddah warahmah.

Selain BkkbN, tentu banyak lembaga kependudukan yang lainnya. Sinergitas antar setiap lembaga pemerintah atau swasta yang bergerak dalam bidang kependudukan tentu dapat membantu tercapainya keinginan bonus demografi tersebut. MoU antar lembaga kependudukan tersebut dirasa perlu untuk bisa menciptakan program yang dapat dijalankan bersama nantinya.

Setiap lembaga tentu tidak akan bisa menjalankan programnya jika tanpa dukungan setiap elemen masyarakat. Untuk itu, perlu dilakukannya keterbukaan antara lembaga terkait dan juga masyarakat. Mengajak masyarakat dengan cara yang tidak biasa dengan cara yang terbiasa.

Seperti melibatkan langsung masyarakat dalam kegiatan kependudukan. Mengajak masyarakat dengan program sosial seperti gotong royong dan menyelipkan program kependudukan di dalamnya akan menjadi nilai tersendiri dalam mempromosikan bonus demografi.

Tentu bonus demografi juga tidak akan terwujud jika usia produktif ternyata tidak mampu menanggung usia non produktif. Dalam artian tidak adanya pekerjaan, tidak cukupnya sumber daya, dan lain sebagainya. Hal ini dapat diatasi dengan pengembangan life skill, sehingga nantinya setiap masyarakat bisa mengembangkan kemampuannya menjadi sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang dan tidak tergantung pada lowongan pekerjaan yang belum tentu terbuka.

Selain itu, mengembangkan program tidak hanya sebatas mengerjakan yang telah tertata. Namun perlu diperhatikan pula bahwa kebiasaan masyarakat akan menjadi program yang lebih baik dan diterima dibandingkan dengan memaksa program yang disusun tapi tidak disukai masyarakat.

Dengan kata lain, bonus demografi dapat dicapai dengan mendekatkan diri pada masyarakat, mengikuti kebiasaannya, mengembangkan kebiasaan masyarakat menjadi sebuah program yang dapat mewujudkan kestabilan pertumbuhan penduduk di Indonesia dan Aceh khususnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar