(Oleh : Almira Hilal)
Penduduk adalah faktor yang mempengaruhi (determinant factor) dalam pembagunan. Sedangkan kekayaan alam dan potensi lingkungan adalah faktor pendukung. Jadi sumber daya alam yang dimiliki suatu negara bukan faktor penentu keberhasilan atau kegagalan pembagunan.
Penduduk adalah faktor yang mempengaruhi (determinant factor) dalam pembagunan. Sedangkan kekayaan alam dan potensi lingkungan adalah faktor pendukung. Jadi sumber daya alam yang dimiliki suatu negara bukan faktor penentu keberhasilan atau kegagalan pembagunan.
Selain itu secara teoritis jumlah
penduduk yang besar di suatu negara dengan kualitas redah diyakini para ahli
demografi akan menjadi beban bagi pembangunan. Tetapi suatu negara dengan
jumlah penduduk yang kecil dengan kualitas yang tinggi diyakini dapat
mempengaruhi keberhasilan pembangunan di suatu negara di dunia, seperti
Indonesia misalnya.
Kita lihat saja
di negara tercinta ini. Dimana Indonesia adalah sebuah negara
berkembang dengan luas daratan 1.922.570
Km² dan luas perairan 3.257.483 Km² ini
memiliki jumlah penduduk yang diproyeksikan pada 2015 ini berjumlah 255.461.700 jiwa (data BPS). Dengan
berlimpahnya sumber daya alam yang ada di Indonesia, ternyata hal ini belum bisa menjadikan Indonesia
sebagai sebuah negara maju dan terbebas dari hutang negara yang cukup besar.
Karena apa? Luas daratan dan lautan Indonesia yang besar, membuat
sebagian dari kita tidak terlalu mempedulikan laju petumbuhan penduduk yang mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Karena kita masih beranggapan bahwa Indonesia
masih luas, jumlah penduduk yang diproyeksikan pada 2015 ini berjumlah 255.461.700
jiwa tidak menjadi masalah, masih bisa ditampung.
Tapi bagaimana dengan lapangan pekerjaan, masalah lingkungan, kesehatan,
sosial, dan pendidikan masyarakatnya?
Tahun 2015,
BPS memprakirakan penduduk Indonesia sekitar 255 hingga 256 juta jiwa, atau tiap
tahun bertambah sebesar 2,5 hingga 3,7 juta. Pertambahan penduduk yang cepat
menyebabkan kelipatannya semakin pendek, baik karena angka kelahiran maupun
tambah usia Lansia sejalan dengan peningkatan harapan hidup penduduk.
Keadaan itu akan mejadi beban berat
bagi pembangunan terutama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat agar
bisa adil dan merata, semakin sulit bagi Indonesia untuk dicapai bila
distribusi kesejahteraan rakyat yang adil, makmur, dan merata seperti
diamanatkan UUD 1945 tidak diusahakan dengan sungguh-sungguh. Apalagi bila
dicermati kebijaksanaan pemerintah sekarang lebih cenderung memecahkan gejala
symptomatic melalui tindakan
kuratif dari pada langkah preventif yang bersifat kausatif.
Namun, perlu digaris bawahi
ternyata pertumbuhan penduduk yang
terus naik angkanya ini sangat mempengaruhi pola kehidupan dan perkembangan sebuah negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki 34
provinsi dengan 13.466 ribu pulau, baik kecil maupun besar (data Timnas PNR
2007-2010).
Indonesia
pada 2014, termasuk negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat dan di atas Brazil. Dengan jumlah pertumbuhan penduduk sejumlah
itu, tidak dibarengi tersedianya lapangan pekerjaan yang begitu luas.
Indonesia
akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015. Dari aspek ketenagakerjaan terdapat
kesempatan yang besar bagi pencari kerja dari luar dan dalam negeri karena banyak tersedia lapangan kerja. Tetapi untuk
bisa mengisi lowongan pekerjaan yang tersedia, masyarakat pengangguran
Indonesia harus bersaing dengan warga asing yang mencari pekerjaan di dalam
negeri begitu juga sebaliknya.
Menghadapi
MEA 2015 yang tinggal hitungan bulanan, mau tidak mau masyarakat harus
meningkatkan keahliannya. Namun faktanya, dengan jumlah penduduk yang
diproyeksikan BPS pada 2015 ini berjumlah 255.461.700
jiwa dan
sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, bukan tidak mungkin akan muncul
permasalahan baru pada masyarakatnya.
Bisa
dilihat dari sisi pendidikan dan produktifitas Indonesia masih kalah bersaing
dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Masalah lainnya yang berat yang bisa saja
terjadi dan ada pula yang sudah terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tidak
bisa dikendalikan.
Contohnya
saja, sebuah kejadian yang akhir-akhir ini sedang marak terjadi, yaitu aksi begal menjadi sebuah contoh dari kesenjangan sosial
yang yang disebabkan tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bekerja ke luar
negeri karena ingin merubah nasib hidup mereka sebab lapangan pekerjaan yang
tersedia tidak sesuai lagi jumlahnya dengan tenaga kerja yang tersedia di tanah
air.
Menikmati Bonus Demografi
Provinsi
Aceh belum menikmati bonus demografi meski Aceh memiliki jumlah penduduk 4.906.835
jiwa.
Jumlah ini masih sedikit dan bila dilihat dengan luas daratan dan laut Aceh
tidak menjadi masalah. Tetapi bagaimana dengan ketersediaan lapangan pekerjaan
dan angka kemiskinan di Aceh apakah tidak menjadi masalah?
Pada
2015, Provinsi Aceh diproyeksikan jumlah penduduknya berjumlah
5.002.000 jiwa. Jumlah
ini hanya naik dibawah angka 100 ribu jiwa atau rilnya 44.058.835 jiwa. Melihat
angka ini terjadi angka fertilitas total (TFR) di Aceh
yang tidak stabil,
sebagaimana yang dikeluarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Seperti pada 2010 berjumlah 2,79 dan pada 2012 berjumlah 2,80. Tentunya
permasalahan ini membuat bonus demografi akan sedikit tersendat bahkan lebih
buruknya tidak dapat dicapai.
Bagaimana
dengan TFR Indonesia? Saat ini, Indonesia angka fertilitas total (TFR) turun dari 5,6 menjadi 2,6.
Selain itu, laju pertumbuhan penduduk turun dari 2% menjadi 1,4%. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Plt Kepala BkkbN Ibu Ambar Rahayu. Data tersebut merupakan perbandingan dari data SDKI 1971 hingga
2012.
Namun ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalamnya, seperti TFR yang tidak
stabil, terkadang menunjukkan penurunan dan terkadang menunjukkan kenaikan. Hal
ini tentu menjadi pertimbangan kita agar nantinya angka TFR stabil dan turun
secara perlahan.
Untuk mencapai bonus demografi di Indonesia,
tentu kelompok usia produktif harus lebih besar dari kelompok usia non
produktif. Saat ini rasio tanggungan usia produktif atas usia non produktif adalah
0,49 yang berarti dua usia produktif harus menanggung satu usia non produktif.
Diproyeksikan pada 2020-2045 Indonesia bisa mencapai bonus demografi tersebut.
Berbagai macam program tentu dapat menunjang itu
semua, misalkan BkkbN dengan program KB. Program ini bukan berarti membatasi
hak memperoleh anak, namun KB lebih bertujuan untuk mengatur pola berkeluarga
yang baik. Sehingga diharapkan dapat terwujudnya keluarga yang berkualitas,sakinah mawaddah
warahmah.
Selain BkkbN, tentu banyak lembaga kependudukan
yang lainnya. Sinergitas antar setiap lembaga pemerintah atau swasta yang
bergerak dalam bidang kependudukan tentu dapat membantu tercapainya keinginan
bonus demografi tersebut. MoU antar lembaga kependudukan tersebut dirasa perlu
untuk bisa menciptakan program yang dapat dijalankan bersama nantinya.
Setiap lembaga tentu tidak akan bisa menjalankan
programnya jika tanpa dukungan setiap elemen masyarakat. Untuk itu, perlu
dilakukannya keterbukaan antara lembaga terkait dan juga masyarakat. Mengajak
masyarakat dengan cara yang tidak biasa dengan cara yang terbiasa.
Seperti melibatkan langsung masyarakat dalam
kegiatan kependudukan. Mengajak masyarakat dengan program sosial seperti gotong
royong dan menyelipkan program kependudukan di dalamnya akan menjadi nilai tersendiri dalam mempromosikan
bonus demografi.
Tentu bonus demografi juga tidak akan terwujud
jika usia produktif ternyata tidak mampu menanggung usia non produktif. Dalam
artian tidak adanya pekerjaan, tidak cukupnya sumber daya, dan lain sebagainya.
Hal ini dapat diatasi dengan pengembangan life
skill, sehingga nantinya setiap masyarakat bisa mengembangkan kemampuannya
menjadi sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang dan tidak tergantung pada
lowongan pekerjaan yang belum tentu terbuka.
Selain itu, mengembangkan program tidak hanya
sebatas mengerjakan yang telah tertata. Namun perlu diperhatikan pula bahwa
kebiasaan masyarakat akan menjadi program yang lebih baik dan diterima
dibandingkan dengan memaksa program yang disusun tapi tidak disukai masyarakat.
Dengan kata lain, bonus demografi dapat dicapai
dengan mendekatkan diri pada masyarakat, mengikuti kebiasaannya, mengembangkan
kebiasaan masyarakat menjadi sebuah program yang dapat
mewujudkan kestabilan pertumbuhan penduduk di Indonesia dan Aceh khususnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar