Minggu, 08 November 2015

Saya dan Duta Mahasiswa GenRe

(Oleh : Rahmat Nazillah)

Menjadi Duta Mahasiswa GenRe belum pernah terbayangkan oleh saya sebelumnya. Terlebih waktu itu masih terkenang dibenak saya sehari sebelum karantina, gempa kuat kembali melanda Aceh pada tahun 2012 yang membuat masyarakatnya kembali panik. Kejadian ini sontak membuat saya bimbang, apakah saya harus terus melangkah atau saya mengurungkan niat untuk menjadi seorang Duta Mahasiswa GenRe.

Kebimbangan ini terus berlanjut hingga tiba saatnya karantina Duta Mahasiswa GenRe Aceh tahun 2012 dilaksanakan sehari setelah gempa terjadi. Bukan perkara mudah memutuskan saya ikut atau tidak karantina yang akan dilaksanakan. Terlebih saya harus meminta izin orang tua yang masih merasa was – was dan membuat kesepakatan dengan teman saya yang sama – sama ingin mengikuti ajang Duta Mahasiswa GenRe Aceh pula. Singkat cerita, pada akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti karantina Duta Mahasiswa GenRe Aceh tahun 2012 dengan mendapatkan dukungan penuh dari keluarga serta teman – teman yang siap mendorong saya ke depan. Sehingga pada akhirnya saya terpilih menjadi Duta Mahasiswa GenRe Aceh di tahun 2012 berpasangan dengan Siti Khairiyani.

Perjalanan menjadi Duta Mahasiswa GenRe tidak berhenti disitu saja, masih di tahun yang sama yakni 2012 saya mewakili Aceh untuk mengikuti Pemilihan Duta Mahasiswa GenRe Nasional di Jakarta. Masih berbekas dibenak saya waktu itu, saat saya menjadi satu – satunya pria yang pingsan karena keletihan di ajang sebesar Duta Mahasiswa GenRe Nasional. Tapi Maha Besar Allah, setiap keringat dan usaha saya bisa membuahkan hasil dan menjadikan saya sebagai juara 3 Duta Mahasiswa GenRe Nasional di tahun 2012.

Sebagai Duta Mahasiswa GenRe, tentu banyak hal yang telah saya lalui bukan hanya selama satu tahun masa jabatan. Tapi hingga saat ini saya masih aktif memberikan motivasi disetiap kesempatan. Bagi saya, menjadi seorang duta tidak harus berhenti saaat jabatan usai, atau tidak hanya terlihat disaat kita memakai slempang saja. Menjadi seorang duta lebih dari itu, karena duta itu adalah kemampuan kita membuat perubahan dan pengaruh bagi orang – orang disekitar kita. Maka oleh karena itu, jabatan boleh usai, namun kreatifitas dan mengajak orang lain untuk mempositifkan diri tidak boleh terhenti sampai kapan pun.

Menyebarkan program GenRe dimana pun, kapan pun, dan bagi siapapun harus dilakukan, terlebih bagi mereka yang mengalami masalah dalam kehidupan. Tentu menyebarkan GenRe tidak mudah, terutama jika kita harus berhadapan dengan orang – orang yang berbeda latar belakang dan berasal dari komunitas yang radikal, seperti anak punk.Masih terbayang dalam benak saya bagaimana awalnya saya bersama teman – teman bisa mendekatkan diri dengan anak punk. Memberanikan diri menyapa mereka yang sedang asik bersenda gurau bukan hal yang mudah, karena bisa saja kita malah akan diusir oleh mereka. Dengan pemikiran yang benar – benar jauh berbeda kami mencoba untuk menyamakan diri dan menjadi bagian dari mereka, sehingga pada akhirnya kami bisa bertukar pikiran dengan mereka setelah beberapa hari melakukan pendekatan.

Setiap Duta Mahasiswa GenRe tentu memiliki program sendiri untuk dikembangkan, termasuk juga saya yang memiliki beberapa program. Salah satu program unggulan saya adalah RANSEL (Rumah ANak Sehat dan sELamat) yang akhirnya digunakan menjadi sebuah nama PIK-R oleh gabungan mahasiswa dan mahasiswi yang berada di Banda Aceh.

Pada dasarnya program RANSEL ini mencoba mengingatkan kembali pentingnya pembentukan karakter anak sejak dini. Diharapkan kepada seluruh orang tua serta remaja – remaja di Indonesia untuk bisa mendidik anak serta adiknya dengan pola didik yang baik sejak dini. Karena anak – anak pada dasarnya memiliki kemampuan meniru apa yang dia lihat sejak dini. Dengan adanya RANSEL maka anak – anak di Indonesia diharapkan bisa tumbuh cerdas dan positif dengan karakter yang baik dan kuat pula.

Selain program RANSEL, selama menjalani tugas sebagai Duta Mahasiswa GenRe dan seorang motivator, saya selalu menekankan kepada setiap remaja – remaja betapa pentingnya Life Skill. Sehingga setiap menjadi pembicara saya selalu menyampaikan bagaimana mengenal diri sendiri melalui management keterampilan hidup. Hal ini saya anggap penting karena saat ini di Indonesia tercatat pengangguran mencapai angka 7,2 juta jiwa (data BPS : Agustus 2014), sehingga dengan mengenal diri sendiri dan mengembangkan keterampilan hidup nantinya diharapkan remaja – remaja di Indonesia bisa menghadirkan inovasi baru yang menjadi pekerjaan buat mereka serta menghasilkan kesejahteraan.

Sejauh ini, kegiatan yang saya lakukan sebagai Duta Mahasiswa GenRe tidak hanya terpusat di Kota Banda Aceh dan sekitarnya saja, namun beberapa Kabupaten/Kota di Aceh juga pernah saya kunjungi untuk menyebarkan pesan positif terkait Generasi Berencana. Aceh Besar, Aceh Tengah, Sigli, Lhokseumawe, dan Aceh Tamiang merupakan beberapa Kabupaten/Kota yang pernah saya singgahi. Tentu banyak cerita yang dapat saya bagi dari beberapa kegiatan saya ditiap Kabupaten/Kota, terutama di kawasan Aceh Tengah yang beberapa kali sempat saya kunjungi.

Aceh Tengah atau lebih dikenal dengan Takengon merupakan sebuah wilayah pegunungan di Provinsi Aceh, butuh waktu lebih kurang 6 jam untuk bisa mencapai kawasan yang pernah diguncang gempa dahsyat pada tahun 2013 ini dan menyebabkan kawasan ini porak – poranda. Sebagai Duta Mahasiswa GenRe Aceh, pada awal tahun 2013 saya sempat menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di kawasan tersebut. Udaranya yang dingin dan keindahan Danau Lut Tawar menjadikan kawasan ini menjadi salah satu kawasan favorit saya selama bertugas.
Foto Kegiatan Saya di SMU 1 Takengon

Menuju ke Takengon saya juga ditemani teman – teman relawan lainnya, mahasiswa dan mahasiswi yang tergabung dalam Pencinta Aceh ikut memberikan warna tersendiri selama 2 hari kami disana. Berbekal dana talangan dari masing – masing relawan, alhamdulillah kegiatan ini bisa kami laksanakan meski tanpa membawa surat pengantar sekalipun, syukur alhamdulillah kami bisa diterima dan disambut meriah oleh ratusan siswa – siswi dari 2 sekolah di Takengon.


Foto Kegiatan Saya di MAN 2 Takengon
SMU 1 Takengon dan MAN 2 Takengon merupakan 2 sekolah yang kami kunjungi dalam tempo 2 hari. Tidak hanya mengajarkan tentang GenRe, namun kami juga mengenalkan kepada siswa – siswi kedua sekolah tersebut pentingya mengenal internet sehat dan fungsi internet yang sebenarnya.



Masih di tahun yang sama, yaitu 2013. Saya untuk kedua kalinya kembali ke Takengon, namun dengan misi yang sedikit berbeda. Setelah gempa dahsyat mengguncang Takengon pertengahan tahun, saya bersama rekan – rekan dari PIK RANSEL mencoba memberikan trauma healing terhadap anak – anak krorban gempa. Hal ini bertujuan untuk kembali memberikan senyuman untuk anak – anak dan mencoba mengalihkan perhatian mereka terhadap bencana yang sedang dihadapi. Menghadirkan berbagai macam permainan dan nonton film bersama menjadi cara kami untuk memberikan senyuman bagi anak – anak korban gempa di Takengon waktu itu.

Selain berkunjung ke Takengon, Sigli juga menjadi salah satu kawasan yang saya kunjungi pada tahun 2013. Kota Sigli ini berjarak 2 jam dari Kota Banda Aceh. Selama 1 hari di Sigli, kami sempat mengunjungi SMU 1 Sigli, dan tentunya juga masih tidak berbekal surat pengantar. Hal ini bisa terealisasikan berkat kedekatan dengan beberapa anggota guru dan siswa – siswi disana, sehingga kami bisa disambut dengan baik pula.

Foto Kegiatan Saya di Lhokseumawe
Kota lainnya yang memberikan kesan khusus selama perjalanan saya adalah Lhokseumawe. Perjalanan ini terjadi pada pertengahan tahun 2014. Undangan tiba – tiba untuk mengisi kelas keesokan harinya membuat saya harus berangkat ke Lhokseumawe pukul 17.30 WIB menggunakan bus dan sampai di Lhokseumawe tepat pukul 00.00 WIB. Belum pernah ke Lhokseumawe sempat membuat saya kebingungan apa benar ini yang namanya Lhokseumawe atau bukan. Terlebih waktu itu saya sendirian tanpa ada teman yang saya kenali sebelumnya. Beruntung seorang bapak – bapak yang duduk disebelah saya memberitahukan saya bahwa saya sudah sampai di Lhokseumawe, dan dianjurkan untuk turun dari bus.

Tiba pukul 00.00 WIB di Lhokseumawe tentu membuat saya harus segera beristirahat, karena tepat pukul 08.00 WIB saya harus berada di tempat acara dan menjadi pembicara disana. Beruntung saya punya kenalan Duta Mahasiswa GenRe yang berasal dari Lhokseumawe dan saya diantarkan ke penginapan olehnya.



Foto Kegiatan Saya di Aceh Tamiang
Perjalanan lainnya yang saya lakukan adalah ke Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara ini bisa ditempuh dalam waktu lebih kurang 9 – 10 jam. Berada di kawasan ini sedikit menyulitkan, terlebih saat berada di kawasan pedesaan, karena bisa dipastikan seluruh jaringan telpon seluler akan terganggu. Berada di kawasan Aceh Tamiang yang jauh tidak membuat saya letih, terlebih melihat semangat peserta – peserta yang mengikuti kelas yang saya berikan disana. Hal ini tentu membuat keinginan untuk kembali kesana menjadi sebuah kerinduan.

Tentu menjadi Duta Mahasiswa GenRe membuat kehidupan saya menjadi lebih berwarna, berhadapan dengan berbagai orang yang latar belakangnya berbeda, mendapatkan teman – teman baru, menjadi panutan remaja – remaja dan bisa memberikan efek positif bagi orang adalah suatu hal yang sungguh membahagiakan. Banyak cerita yang mungkin tidak dapat ditulis disini, karena terlalu banyak hal baru dan menyenangkan yang membuat saya bangga menjadi Duta Mahasiswa GenRe. Tapi yang patut dicatat adalah, saya bahagia menjadi Duta Mahasiswa GenRe dan itu membuat saya menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar