(Oleh : Rahmat Nazillah)
Menjadi Duta Mahasiswa GenRe belum pernah terbayangkan oleh saya sebelumnya. Terlebih waktu itu masih terkenang dibenak saya sehari sebelum karantina, gempa kuat kembali melanda Aceh pada tahun 2012 yang membuat masyarakatnya kembali panik. Kejadian ini sontak membuat saya bimbang, apakah saya harus terus melangkah atau saya mengurungkan niat untuk menjadi seorang Duta Mahasiswa GenRe.
Kebimbangan ini terus berlanjut hingga tiba saatnya karantina Duta Mahasiswa GenRe Aceh tahun 2012 dilaksanakan sehari setelah gempa terjadi. Bukan perkara mudah memutuskan saya ikut atau tidak karantina yang akan dilaksanakan. Terlebih saya harus meminta izin orang tua yang masih merasa was – was dan membuat kesepakatan dengan teman saya yang sama – sama ingin mengikuti ajang Duta Mahasiswa GenRe Aceh pula. Singkat cerita, pada akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti karantina Duta Mahasiswa GenRe Aceh tahun 2012 dengan mendapatkan dukungan penuh dari keluarga serta teman – teman yang siap mendorong saya ke depan. Sehingga pada akhirnya saya terpilih menjadi Duta Mahasiswa GenRe Aceh di tahun 2012 berpasangan dengan Siti Khairiyani.
Perjalanan menjadi Duta Mahasiswa GenRe tidak berhenti disitu saja, masih di tahun yang sama yakni 2012 saya mewakili Aceh untuk mengikuti Pemilihan Duta Mahasiswa GenRe Nasional di Jakarta. Masih berbekas dibenak saya waktu itu, saat saya menjadi satu – satunya pria yang pingsan karena keletihan di ajang sebesar Duta Mahasiswa GenRe Nasional. Tapi Maha Besar Allah, setiap keringat dan usaha saya bisa membuahkan hasil dan menjadikan saya sebagai juara 3 Duta Mahasiswa GenRe Nasional di tahun 2012.
Sebagai Duta Mahasiswa GenRe, tentu banyak hal yang telah saya lalui bukan hanya selama satu tahun masa jabatan. Tapi hingga saat ini saya masih aktif memberikan motivasi disetiap kesempatan. Bagi saya, menjadi seorang duta tidak harus berhenti saaat jabatan usai, atau tidak hanya terlihat disaat kita memakai slempang saja. Menjadi seorang duta lebih dari itu, karena duta itu adalah kemampuan kita membuat perubahan dan pengaruh bagi orang – orang disekitar kita. Maka oleh karena itu, jabatan boleh usai, namun kreatifitas dan mengajak orang lain untuk mempositifkan diri tidak boleh terhenti sampai kapan pun.
Menyebarkan program GenRe dimana pun, kapan pun, dan bagi siapapun harus dilakukan, terlebih bagi mereka yang mengalami masalah dalam kehidupan. Tentu menyebarkan GenRe tidak mudah, terutama jika kita harus berhadapan dengan orang – orang yang berbeda latar belakang dan berasal dari komunitas yang radikal, seperti anak punk.Masih terbayang dalam benak saya bagaimana awalnya saya bersama teman – teman bisa mendekatkan diri dengan anak punk. Memberanikan diri menyapa mereka yang sedang asik bersenda gurau bukan hal yang mudah, karena bisa saja kita malah akan diusir oleh mereka. Dengan pemikiran yang benar – benar jauh berbeda kami mencoba untuk menyamakan diri dan menjadi bagian dari mereka, sehingga pada akhirnya kami bisa bertukar pikiran dengan mereka setelah beberapa hari melakukan pendekatan.
Setiap Duta Mahasiswa GenRe tentu memiliki program sendiri
untuk dikembangkan, termasuk juga saya yang memiliki beberapa program. Salah
satu program unggulan saya adalah RANSEL (Rumah ANak Sehat dan sELamat) yang
akhirnya digunakan menjadi sebuah nama PIK-R oleh gabungan mahasiswa dan
mahasiswi yang berada di Banda Aceh.
Pada dasarnya program RANSEL ini mencoba mengingatkan
kembali pentingnya pembentukan karakter anak sejak dini. Diharapkan kepada
seluruh orang tua serta remaja – remaja di Indonesia untuk bisa mendidik anak
serta adiknya dengan pola didik yang baik sejak dini. Karena anak – anak pada
dasarnya memiliki kemampuan meniru apa yang dia lihat sejak dini. Dengan adanya
RANSEL maka anak – anak di Indonesia diharapkan bisa tumbuh cerdas dan positif
dengan karakter yang baik dan kuat pula.
Selain program RANSEL, selama menjalani tugas sebagai Duta
Mahasiswa GenRe dan seorang motivator, saya selalu menekankan kepada setiap
remaja – remaja betapa pentingnya Life Skill. Sehingga setiap menjadi pembicara
saya selalu menyampaikan bagaimana mengenal diri sendiri melalui management
keterampilan hidup. Hal ini saya anggap penting karena saat ini di Indonesia
tercatat pengangguran mencapai angka 7,2 juta jiwa (data BPS : Agustus 2014),
sehingga dengan mengenal diri sendiri dan mengembangkan keterampilan hidup
nantinya diharapkan remaja – remaja di Indonesia bisa menghadirkan inovasi baru
yang menjadi pekerjaan buat mereka serta menghasilkan kesejahteraan.
Sejauh ini, kegiatan yang saya lakukan sebagai Duta
Mahasiswa GenRe tidak hanya terpusat di Kota Banda Aceh dan sekitarnya saja,
namun beberapa Kabupaten/Kota di Aceh juga pernah saya kunjungi untuk
menyebarkan pesan positif terkait Generasi Berencana. Aceh Besar, Aceh Tengah,
Sigli, Lhokseumawe, dan Aceh Tamiang merupakan beberapa Kabupaten/Kota yang
pernah saya singgahi. Tentu banyak cerita yang dapat saya bagi dari beberapa
kegiatan saya ditiap Kabupaten/Kota, terutama di kawasan Aceh Tengah yang
beberapa kali sempat saya kunjungi.
Aceh Tengah atau lebih dikenal dengan Takengon merupakan
sebuah wilayah pegunungan di Provinsi Aceh, butuh waktu lebih kurang 6 jam
untuk bisa mencapai kawasan yang pernah diguncang gempa dahsyat pada tahun 2013
ini dan menyebabkan kawasan ini porak – poranda. Sebagai Duta Mahasiswa GenRe
Aceh, pada awal tahun 2013 saya sempat menginjakkan kaki untuk pertama kalinya
di kawasan tersebut. Udaranya yang dingin dan keindahan Danau Lut Tawar
menjadikan kawasan ini menjadi salah satu kawasan favorit saya selama bertugas.
Foto Kegiatan Saya di SMU 1 Takengon |
Menuju ke Takengon saya juga ditemani teman – teman relawan
lainnya, mahasiswa dan mahasiswi yang tergabung dalam Pencinta Aceh ikut
memberikan warna tersendiri selama 2 hari kami disana. Berbekal dana talangan
dari masing – masing relawan, alhamdulillah kegiatan ini bisa kami laksanakan meski
tanpa membawa surat pengantar sekalipun, syukur alhamdulillah kami bisa
diterima dan disambut meriah oleh ratusan siswa – siswi dari 2 sekolah di
Takengon.
Foto Kegiatan Saya di MAN 2 Takengon |
SMU 1 Takengon dan MAN 2 Takengon merupakan 2 sekolah
yang kami kunjungi dalam tempo 2 hari. Tidak hanya mengajarkan tentang GenRe,
namun kami juga mengenalkan kepada siswa – siswi kedua sekolah tersebut
pentingya mengenal internet sehat dan fungsi internet yang sebenarnya.
Masih di tahun yang sama, yaitu 2013. Saya untuk kedua
kalinya kembali ke Takengon, namun dengan misi yang sedikit berbeda. Setelah
gempa dahsyat mengguncang Takengon pertengahan tahun, saya bersama rekan –
rekan dari PIK RANSEL mencoba memberikan trauma healing terhadap anak – anak
krorban gempa. Hal ini bertujuan untuk kembali memberikan senyuman untuk anak –
anak dan mencoba mengalihkan perhatian mereka terhadap bencana yang sedang
dihadapi. Menghadirkan berbagai macam permainan dan nonton film bersama menjadi
cara kami untuk memberikan senyuman bagi anak – anak korban gempa di Takengon
waktu itu.
Selain berkunjung ke Takengon, Sigli juga menjadi salah satu
kawasan yang saya kunjungi pada tahun 2013. Kota Sigli ini berjarak 2 jam dari
Kota Banda Aceh. Selama 1 hari di Sigli, kami sempat mengunjungi SMU 1 Sigli,
dan tentunya juga masih tidak berbekal surat pengantar. Hal ini bisa
terealisasikan berkat kedekatan dengan beberapa anggota guru dan siswa – siswi
disana, sehingga kami bisa disambut dengan baik pula.
Foto Kegiatan Saya di Lhokseumawe |
Kota lainnya yang memberikan kesan khusus selama perjalanan
saya adalah Lhokseumawe. Perjalanan ini terjadi pada pertengahan tahun 2014. Undangan
tiba – tiba untuk mengisi kelas keesokan harinya membuat saya harus berangkat
ke Lhokseumawe pukul 17.30 WIB menggunakan bus dan sampai di Lhokseumawe tepat
pukul 00.00 WIB. Belum pernah ke Lhokseumawe sempat membuat saya kebingungan
apa benar ini yang namanya Lhokseumawe atau bukan. Terlebih waktu itu saya sendirian
tanpa ada teman yang saya kenali sebelumnya. Beruntung seorang bapak – bapak
yang duduk disebelah saya memberitahukan saya bahwa saya sudah sampai di
Lhokseumawe, dan dianjurkan untuk turun dari bus.
Tiba pukul 00.00 WIB di Lhokseumawe tentu membuat saya
harus segera beristirahat, karena tepat pukul 08.00 WIB saya harus berada di
tempat acara dan menjadi pembicara disana. Beruntung saya punya kenalan Duta
Mahasiswa GenRe yang berasal dari Lhokseumawe dan saya diantarkan ke penginapan
olehnya.
Foto Kegiatan Saya di Aceh Tamiang |
Perjalanan lainnya yang saya lakukan adalah ke Kabupaten
Aceh Tamiang, Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara
ini bisa ditempuh dalam waktu lebih kurang 9 – 10 jam. Berada di kawasan ini
sedikit menyulitkan, terlebih saat berada di kawasan pedesaan, karena bisa
dipastikan seluruh jaringan telpon seluler akan terganggu. Berada di kawasan
Aceh Tamiang yang jauh tidak membuat saya letih, terlebih melihat semangat
peserta – peserta yang mengikuti kelas yang saya berikan disana. Hal ini tentu
membuat keinginan untuk kembali kesana menjadi sebuah kerinduan.
Tentu
menjadi Duta Mahasiswa GenRe membuat kehidupan saya menjadi lebih berwarna,
berhadapan dengan berbagai orang yang latar belakangnya berbeda, mendapatkan
teman – teman baru, menjadi panutan remaja – remaja dan bisa memberikan efek
positif bagi orang adalah suatu hal yang sungguh membahagiakan. Banyak cerita
yang mungkin tidak dapat ditulis disini, karena terlalu banyak hal baru dan
menyenangkan yang membuat saya bangga menjadi Duta Mahasiswa GenRe. Tapi yang
patut dicatat adalah, saya bahagia menjadi Duta Mahasiswa GenRe dan itu membuat
saya menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar