Senin, 09 November 2015

Indonesiaku Masih Terjajah

(Oleh : Annisa)

“Berikan aku 1000 orang tua, maka akan kucabut Sumeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda, maka akan ku goncangkan dunia” (Ir.Soekarno)

Siapa yang tidak mengenal Indonesia? Negeri yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah ruah serta destinasi wisata perairan yang memesona. Indonesia yang luar biasa indah dan disebut-sebut sebagai Atlantis yang hilang. Maka, patutlah mengapa Indonesia menjadi primadona yang diperebutkan bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda di era nenek moyang.

Namun kini apa yang terjadi dengan Nusantara? Pesonanya seakan-akan menguap karena tingkah laku makhluk berakal di dalamnya. Mulai dari kalangan manusia yang semakin banyak mengerat harta kekayaan Indonesia dari tiang-tiang pondasinya, hingga keegoisan yang kefatalannya perlahan membakar paru-paru dunia.

Sebagian besar bangsa Indonesia lupa jerih payah nenek moyangnya. Lupa masa keemasan kerajaan maritim Nusantara pernah menjadi yang terkuat di masanya. Seakan terhipnotis dengan arus globalisasi, perlahan bangsa ini meninggalkan budayanya. Semuanya terseret budaya modern yang minim etika. Gotong royong yang biasanya dilakukan di tiap desa seminggu sekali kini juga ikut berganti dengan sikap individualis dan materialistis.

Indonesia sebagai Pasar
Bangsa asing tentu bahagia melihat tragedi ini. Tidak ada secuil pun alasan bagi mereka untuk bersedih, karena ini kesempatan untuk mengeruk kekayaan Indonesia dengan laba yang sangat menggiurkan. Mereka juga ikut memasarkan produknya di pasar Indonesia. Semua turut dipasarkan, mulai dari baskom hingga tongsis (tongkat narsis-red) untuk memenuhi hasrat menikmati tren anak muda dalam ber-selfie. Semua hal itu terus dilakukan sembari berjaga-jaga memantau apakah bangsa ini sadar ia sedang dibodohi. Mereka takut jika bangsa ini sadar dan membuat apa yang diperlukannya sendiri. Tentu mereka akan rugi besar jika pasarnya hilang. Oleh karena itu berbagai siasat dijalankan, mulai dari cicilan ringan hingga promo besar-besaran.

Strategi yang diterapkan oleh bangsa asing bertujuan membuat bangsa Indonesia semakin gelap mata. Kita terlalu terfokus pada budaya dan gaya baru sehingga lupa indahnya karya Indonesia. Semuanya seakan berlomba untuk tidak ingin dikatakan kudet (kurang update-red) oleh sesamanya. Semua mulai terserang dua penyakit jiwa: konsumerisme dan shopaholic akut. Dua penyakit itu jika dibiarkan akan semakin membuat Indonesia sulit menjadi negara maju.

Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang produksi secara berlebihan. Ini justru sangat merugikan, terlebih saat orang-orang bukan membeli produk dalam negeri, melainkan produk impor. Kita seakan bangga saat mengenakan tas branded asal Perancis, memiliki kotak makanan asal Amerika, bahkan memakan coklat hazelnut buatan negeri tetangga. Dan secara tidak langsung ini pasti berdampak buruk pada pengusaha Indonesia serta memungkinkan matinya semangat berwirausaha di dalam diri para generasi muda.

Sementara shopaholic adalah kebiasaan seseorang dalam berbelanja secara berlebihan. Bagi para shopaholic akut, mereka akan membeli barang apa pun walaupun tidak terlalu dibutuhkan, terutama saat barang yang dijual sedang diskon atau promo besar-besaran. Penyakit ini kebanyakan mengidap pada sebagian besar wanita di Indonesia. Mereka sanggup menghabiskan banyak waktu di mall-mall untuk hal itu.

Dua penyakit akut itupun menjadi dasar dispesialkannya Indonesia sebagai target pasar bagi bangsa asing. Contohnya saja terbukti pada 13 Maret 2014 lalu, dimana perusahaan handphone BlackBerry meluncurkan edisi khusus BlackBerry Z3 (Jakarta Edition). CEO BlackBerry, John Chen, juga mengakui bahwa Indonesia adalah pasar terbesar. Ini membuat BlackBerry memproduksikan handphone khusus yang terinspirasi dari Indonesia, pasar yang besar dan ibu kotanya dengan perkembangan ekonomi tercepat. Produk yang mulai dipasarkan khusus di Indonesia pada 15 Mei ini juga dibanderol dengan harga yang terjangkau. Hasilnya? Mustahil jika tidak laku keras.

Ironi Indonesia
Berbeda yang terjadi dengan B.J Habibie pada pesawat N 250-nya. Sosok yang sangat mengabdi pada Indonesia ini membuktikan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara yang mampu dalam tekhnologi yang ditunjukkan dengan penerbangan perdana pesawat tersebut pada 10 Agustus 1995. Kala itu, pesawat tersebut diyakini akan laris manis di industri penerbangan, mengingat belum ada pesawat dengan kelas serupa. Namun apa yang terjadi? Pada krisis 1998, dari 150 BUMN yang ada, hanya 1 BUMN yang dikenakan keputusan IMF (International Monetary Fund) untuk dihentikan proyeknya, yaitu PT. Dirgantara Indonesia dan pesawat kebanggaan Indonesia, N 250. Hal ini pun membuat N 250 tergeser oleh “adik kelasnya”, ATR 72 asal Prancis yang laku keras hingga 1500 unit.

16 tahun kemudian, tepatnya pada awal tahun 2012 Indonesia di semangatkan kembali dengan hadirnya mobil Kiat Esemka yang dirakit oleh siswa SMK 2 dan SMK Warga Surakarta. Mobil ini digunakan oleh Wali kota Solo pada masa itu, Joko Widodo sebagai transportasi dinasnya. Tak perlu waktu lama, Jokowi pun mengajukan uji kelayakan mobil tersebut pada pemerintah pusat. Pada 27 Februari 2012 mobil ini mengikuti berbagai tes di Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi (BTMP) Serpong, Tangerang. Berbagai uji dilakukan mulai dari mutu hingga pengesahan rancang bangun dan rekayasa. Dan hasilnya? Untuk kedua kalinya, Bangsa Indonesia dibuat kecewa karena Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan pada maa itu, Bambang S. Ervan menyatakan bahwa mobil Kiat Esemka tidak memenuhi standar yang ditetapkan dengan dalih gagal lulus uji emisi. Ya, mungkin alasan kekalahan mobil tipe SUV (mobil keluarga-red) itu karena ia dihadapkan pada industri raksasa otomotif di Indonesia.


Namun apakah kini kita harus berhenti untuk kembali membangun? Tentu tidak. Hal ini menjadi cubitan kecil bagi kita untuk bangun dari tidur panjang dan bangkit bersama membangun bangsa. Apapun rintangannya, kita harus menghadapinya bersama. Bukankah lidi yang banyak akan lebih mudah untuk menyapu sampah daripada sebatang lidi saja? Hal yang wajib kita ubah adalah pola perilaku bangsa yang berpendidikan tinggi. Buka mata hati kita, tumbuhkan lagi sikap sederhana, dan basmi perlahan penyakit konsumerisme dan shopaholic akut. Jika mampu meng-handle semua permasalahan dengan baik dan kompak, Indonesia dapat menjadi saingan berat negara maju lainnya. Bersemangatlah! Dunia menunggu generasi emas Indonesia. Saatnya menjadi generasi yang berencana!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar